Kementan Siap Wujudkan Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Inklusif #6

Bandung – Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menilai pondok pesantren tak lagi sekadar sebagai tempat memperdalam ilmu agama dan pendidikan semata, tetapi ada potensi besar dari aspek ekonomi yang dapat dikembangkan, terutama sektor pertanian. Hal tersebut menjadi salah satu dasar baginya untuk bersinergi dengan pondok pesantren untuk meningkatkan sektor pertanian di tanah air.

“Konkretnya adalah kami akan inventarisir berapa lahan yang mereka miliki dan apa kebutuhan mereka,  kemudian tadi  ada salah satu ponpes berhasil mengembangkan jagung, kita akan berikan jagung. Kita juga berikan pompa, kalau ada air di sekitarnya, membangun embung di desa, memberikan benihnya, dan alsintan,” ujarnya usai mengikuti acara “Temu Stakeholder Pesantren: Mewujudkan Pesantren sebagai Salah Satu Penggerak Pemberdayaan Ekonomi yang Lebih Inklusif di Dago, Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/9/2017).

Selain bantuan material berupa sarana produksi dan alat mesin pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) juga akan berkontribusi secara inmaterial. Misalnya, memberikan edukasi mengoperasikan alsintan dan pendampingan dari para penyuluh, tambahnya

“Kita ajari mereka bagaimana mengoperasikan mesin-mesin traktor dan seterusnya, mengajari mereka memilih benih unggul, metode budidaya, cara penanggulangan OPT dan sebagainya,” katanya mencontohkan.

Amran menerangkan, bantuan di sektor pertanian untuk ke sejumlah pesantren akan segera dilakukannya. Untuk sementara, masih dalam tahap diskusi dan inventarisir “Bisa saja tahun ini terealisasi,” jelasnya.

Amran menegaskan, sangat tertarik melibatkan pesantren untuk mengembangkan pertanian karena memiliki beberapa faedah, selain sebelum potensi yang ada belum tergali secara optimal, 
“Integritasnya tidak diragukan lagi. Kemudian, mereka pasti patuh. Itu sudah pasti, karena saya juga menitipkan anak saya di pondok pesantren. Sehingga, sangat mudah untuk mobilisasi, ajak kerja sama,” bebernya pada kegiatan yang dihadiri Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Menteri Koordinator Bidang Maritim Luhut Panjaitan, Menteri Perindustrian Airlanggar Hartarto, Menteri Desa Eko Putro Sandjojo, dan delapan mentor pimpinan pondok pesantren se-Jabar mitra BI.

Di sela acara, Menteri Amran pun sempat memaparkan capaian kerjanya selama tiga tahun terakhir. Misalnya, berhasil membalikan keadaan untuk komoditas cabai, bawang merah, beras, dan jagung. Mulanya, Indonesia sangat bergantung dengan produk luar negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atas keempat komoditas tersebut. Tetapi, sejak 2016 hingga kini, produksinya meningkat signifikan dan akhirnya kita berhasil menutup keran impor.

“Bawang merah dulu, ribut luar biasa. 2014 kita impor 72 ribu ton, 2015 impor 12 ribu ton, 2016 impor nol. Hari ini, sudah ekspor ke lima negara, Thailand, Myanmar, Filipina, Vietnam, Singapura. Kita sudah ekspor, karena penerapan kebijakan tepat.

Kementan tak cuma fokus menggenjot produksi, agar keempat komoditas strategis itu swasembada. Tetapi, turut memperhatikan nasib para petani. Hal tersebut tercermin dari keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017 terkait aturan harga acuan komoditas.  Khusus untuk beras diatur Harga Eceran Tertinggi Beras sesuai Permendag 57 tahun 2017 dan Kelas Mutu Beras sesuai Permentan 31 tahun 2017.

“Pak Presiden keluarkan Perpres, bahwa harga jagung tidak boleh di bawah Rp3.150/kilogram. Ini hanya satu kalimat, tapi berdampak terhadap seluruh petani,” ucapnya mengingatkan.

“Jangan biarkan petani sendirian, kalau mau sejahtera. Silakan sinergi dengan Kementan. Kebetulan anak kami pesantren di Gontor. Kirim (sekolah, red) ke AS (Amerika Serikat) enggak mau, maunya jadi guru ngaji,” sambungnya

Meningkatnya kesejahteraan petani tersebut pun tercermin dari tingginya angka jemaah haji asal Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam beberapa tahun terakhir. Ini tak lepas dari masyarakat setempat yang mulai fokus tanam jagung sebagai sumber pendapatan utamanya.

Amran menambahkan, ada dua ‘raksasa’ tidur yang belum digali potensinya secara maksimal, yaitu lahan pasang surut dan tadah hujan dengan luas 24 hektare. Katanya, lahan tadah hujan cuma dimanfaatkan satu kali tanam dalam setahun dan belum ada produksi dari daerah pasang surut.

“Petani tidur, tanah tidur enam bulan, sedihkan? Di Sumatera dan Kalimantan, air cuma lewat, sehingga tanaman kekeringan. 25 ribu hektar tanaman kering di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur karena air ke laut tidak disentuh,” sesalnya.

Kini, potensi dari kedua lahan tersebut mulai dimanfaatkan, bahkan bisa ditanami sampai tiga kali dalam setahun. karena, pemerintah turun tangan membangun fasilitas irigasi dan alat mesin pertanian yang dibutuhkan. Amran juga mencontohkan dengan kasus di Bojonegoro Jawa Timur dan Cimanuk Jawa Barat.

Kerja keras pemerintah pun berbuah manis. Sebab, mampu meminimalisir dampak kekeringan dan ketahanan pangan terjaga, karena tidak ada paceklik sejak 2016. “Sekarang kekeringan tidak begitu berdampak. Dari 100 ribu hektare lahan kekeringan di Jabar, kemarin sisa 3 ribu hektare, turun drastis, karena perintah Presiden bangunkan Waduk Jatigede,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Eko menambahkan, dirinya berterima kasih kepada Menteri Amran, karena selalu mendukung programnya dalam memajukan pedesaan. Dia menambahkan, Kementan dan Kementerian Desa (Kemendes) pun selalu berkoordinasi dan bersinergi dalam membangun pedesaan sebagai wujud realisasi Nawacita Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sinergi dilakukan, mengingat mayoritas penduduk desa di Indonesia berprofesi sebagai petani. Arah kerja sama ini kemudian diarahkan pada pembangunan pascapanen hingga penjualan.

“Kita harus create market di desa, caranya? Pesantren ikut kawal dan bisa ciptakan pengusaha-pengusaha. Supaya fokus, skala industri besar, pemerintah kasih intensif sampai 10 ribu ton jagung,” ujar Menteri Eko.

Dia lantas mencontohkan dengan Kabupaten Pandeglang, satu dari 11 daerah yang menjadi kawasan percontohan pada 2017. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang menyatakan siap untuk tanami jagung di lahan seluas 172 ribu hektar.

“Sudah mulai panen dua minggu lalu. Rata-rata per hektare 5 ton saja, 50 ribu ha panen, rata-rata harga Rp3 ribu, masyarakat Pandeglang akan terima pendapatan Rp250 juta kg, Rp750 miliar sekali panen. Padahal, PAD (pendapatan asli daerah) cuma Rp150 miliar,” paparnya.

“Kalau model ini jalan, tidak sampai dua tahun, daerah miskin akan hilang,” imbuh Menteri Eko.

??Sementara itu, Gubernur BI, Agus Martowardojo, mengungkapkan, pihaknya menggelar “Temu Stakeholder Pesantren” dengan mengundang sejumlah menteri di sektor ekonomi dalam rangka meneguhkan komitmen kehadiran pemerintah pusat di daerah. Pemilihan Jawa Barat sebagai lokasi acara, juga bukan tanpa alasan. Pertimbangannya, meski kontribusi perekonomian di Jabar cukup tinggi sekira 5,3 persen, namun tidak merata.

“Di wilayah Jawa Barat bagian utara lebih tinggi kontribusi ekonominya, dibanding bagian Selatan. Itu jadi perhatian, karena itu, pertemuan ini untuk bicarakan, agar ekonomi Jawa Barat tumbuh lebih kuat, inklusif, bersinambungan, dan tidak membuat jarak kaya-miskin dan ada selisih di utara-selatan ataupun barat-timur,” ungkapnya.

Menko Maritim, Luhut Panjaitan, menambahkan, dalam tiga tahun terjadi perubahan signifikan terhadap perekonomian nasional, baik dari tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, produk domestik bruto (PDB), BI rate, dan cadangan devisa. Secara struktural pun demikian, di mana manajemen pemerintahan lebih transparan dan proses pengambilan keputusan dilakukan secara terpadu.

“Sekarang Saya Menko Maritim, ada Mentan, Mendes, Mendag, Menpu. Ada urusan apa? Karena saya bidang perhubungan, tadi saya lihat lapangan terbang Kertajati tersendat lagi. Kita selesaikan, semua harus integrasi, tidak bisa semua kerja sendiri,” katanya mencontohkan.

Pemerintah juga bekerja riil di tataran bawah yang dapat langsung dinikmati masyarakat luas. Contohnya, pesantren-pesantren yang kurang sekolahnya, bendungan masih kecil, status tanah tidak jelas, dan berdampak signifikan, dibenahi pemerintah.

Mantan Danjen Kopasus ini menambahkan, perubahan merupakan keniscayaan. Satu diantaranya adalah teknologi. Karenanya, Menko Luhut berharap, pesantren peka dan turut berkembang seiring kemajuan zaman, agar dapat terus eksis.

“Jadi, mesti kita siapkan diri. Bapak suka atau tidak, semua akan berubah,” tegasnya. Apalagi, diprediksi dalam dua tahun ke depan pendapatan negara tidak lagi disumbang dari sektor migas.